Makna Bhinneka Tunggal Ika
Asal Mula Bhinneka Tunggal Ika
Mengutip dari buku Indonesiaku Bhinneka Tunggal Ika yang ditulis Isra Widya Ningsih, dkk. Kutipan frasa Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam Kakawin Sutasoma pada pupuh 139 bait 5, berikut bunyinya.
Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen
Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa
Bait tersebut menjelaskan Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Walaupun Buddha dan Siwa berbeda tetapi mereka dapat dikenali. Sebab kebenaran Siwa dan Buddha adalah tunggal. Berbeda tetapi tungga, sebab tidak ada kebenaran yang mendua.
Dari bait di Kitab Sutasoma itulah terlahirnya semboyan bangsa Indonesia Bhinneka Tunggal Ika. Jika diterjemahkan tiap kata, bhinneka artinya beraneka ragam, tunggal berarti satu dan ika berarti itu. Yang mencerminkan kebergaman, baik suku bangsa, agama, ras antargolongan.
Modal inilah terbentuknya satu persatuan dan kesatuan Indonesia.
Memahami pengertian Bhinneka Tunggal Ika dalam buku Sutasoma dan lambang negara garuda Pancasila.
Bobo.id - Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan negara yang pastinya sudah kita kenal dengan baik, ya, teman-teman.
Arti Bhinneka Tunggal Ika adalah "berbeda-beda tapi tetap satu jua".
Namun, tahukah teman-teman dari mana semboyan ini berasal?
Benarkah semboyan ini berasal dari buku atau kitab Sutasoma dari zaman Majapahit?
Lalu apa pengertian dari Bhinneka Tunggal Ika dalam buku Sutasoma dan dalam lambang negara garuda Pancasila?
Kita bahas bersama-sama untuk memperluas wawasan kita, yuk!
Pengertian Bhinneka Tunggal Ika dalam Buku Sutasoma
Dirangkum dari situs Pemerintah Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika dituliskan dalam kitab atau buku Sutasoma karangan Mpu Tantular pada masa Majapahit sekitar abad ke-14.
Dalam buku Sutasoma, Istilah "Bhinneka Tunggal Ika" tertulis pada pupuh 139 bait 5. Berikut ini adalah potongan bait di buku Sutasoma yang memuat Bhinneka Tunggal Ika.
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wisma,
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Baca Juga: Apa Makna dari Semboyan Negara Bhinneka Tunggal Ika? Materi PPKn
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda,
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimana bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal,
Terpecah belahlah itu, tapi tetap satu jua, seperti tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
Buku Sutasoma membahas perbedaan kepercayaan di kalangan masyarakat Majapahit yang mengajarkan toleransi kehidupan beragama yang hidup berdampingan dengan rukun dan damai.
Lebih lanjut, meski Hindu dan Buddha merupakan dua ajaran yang berbeda, perbedaan tersebut tidak menimbulkan perpecahan karena kebenaran dalam keyakinan apapun nantinya akan bermuara pada hal yang satu.
Istilah Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Sansekerta. "Bhinneka" berasal dari gabungan kata "bhinna" yang artinya "berbeda-beda" dan "Ika" yang artinya "itu" atau "tunggal".
Sehingga, pengertian Bhinneka Tunggal Ika dalam buku Sutasoma terkait dengan keyakinan Hindu dan Buddha yang melebur menjadi satu.
Baca Juga: Makna Simbol Bhinneka Tunggal Ika dalam Keberagaman, Materi PPKn
Pengertian Bhinneka Tunggal Ika dalam Lambang Garuda Pancasila
Pada awalnya, Bhinneka Tunggal Ika digunakan untuk mendamaikan masyarakat pemeluk agama Hindu dan Budha saat zaman Majapahit.
Kemudian, penggalan dari Kitab Sutasoma digunakan kembali oleh bangsa Indonesia setelah kemerdekaan, setelah diteliti kembali oleh Mohammad Yamin.
Tentu hal ini sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia yang punya perbedaan latar belakang, tetapi bersatu untuk meraih kedaulatan.
Bhinneka Tunggal Ika pun juga bisa diterima secara luas, bukan hanya keyakinan Hindu dan Buddha saja, melainkan semua keyakinan di Indonesia.
Semboyan ini dirasa sangat cocok untuk bangsa Indonesia yang memiliki begitu banyak perbedaan, tapi tetap menjadi bangsa yang kokoh.
Karena semboyan Bhinneka Tunggal Ika sudah mendarah daging, maka Bhinneka Tunggal Ika dijadikan bagian lambang garuda Pancasila.
Karena menjadi semboyan nasional, maka pengertian Bhinneka Tunggal Ika mengalami pergeseran makna asli, ya.
Makna Bhinneka Tunggal Ika tidak lagi berkaitan dengan keyakinan tertentu saja.
Melainkan, pengertian Bhinneka Tunggal Ika dalam lambang garuda Pancasila adalah "Berbeda-beda tapi tetap satu jua", yang kita kenal hingga sekarang.
(Penulis: Thea Arnaiz / Niken Bestari)
Baca Juga: Asal Mula Semboyan 'Bhinneka Tunggal Ika' yang Ada di Kaki Burung Garuda
Siapa penulis buku Sutasoma?
Petunjuk: cek di halaman 1!
Lihat juga video ini, yuk!
Ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dan dunia satwa? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo dan Mombi SD.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan
Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.
Belajar Empati dengan Berbagi, SPK Jakarta Nanyang School Kunjungi Panti Asuhan Desa Putera
Sonora.ID - Berikut adalah penjelasan mengenai pengarang dan isi Kitab Sutasoma, lengkap dengan penjelasan soal 'Bhinneka Tunggal Ika' yang berasal darinya.
Kitab Sutasoma merupakan salah satu karya sastra klasik yang memiliki kedudukan istimewa dalam tradisi sastra Jawa.
Kitab ini ditulis oleh seorang pujangga terkenal pada masanya bernama Mpu Tantular. Karya yang ditulis dalam bentuk syair ini mengisahkan perjalanan seorang pangeran bernama Sutasoma dalam menghadapi cobaan dan tantangan kehidupan.
Isi Kitab Sutasoma secara umum mencerminkan nilai-nilai kebijaksanaan, ketekunan, dan keberanian dalam menghadapi konflik batin dan luar.
Cerita tersebut juga menggambarkan konsep Bhinneka Tunggal Ika yang dikenal sebagai semboyan kebhinekaan Indonesia.
Konsep ini mengajarkan bahwa meski berbeda-beda, kita tetap satu dalam persatuan.
Pada intinya, Kitab Sutasoma mengajarkan nilai-nilai moral dan spiritual yang relevan hingga saat ini.
Dalam perjalanan Sutasoma, pembaca akan memperoleh hikmah tentang pentingnya menjaga kesucian hati, menjauhi godaan kejahatan, serta mengembangkan sikap tenggang rasa dan toleransi terhadap perbedaan.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Tarumanegara: dari Berdiri hingga Masa Keruntuhan
Artikel ini akan membahas lebih dalam tentang Kitab Sutasoma, termasuk latar belakang pengarangnya, isi ceritanya yang penuh makna, serta pesan-pesan universal yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Maka, untuk tahu lebih jauh, simak penjelasan mengenai pengarang dan isi Kitab Sutasoma sekaligus paparan soal istilah Bhinneka Tunggal Ika sebagaimana yang Sonora kutip dari Kompas.com berikut ini.
Rangkuman Isi Kitab Sutasoma
Kitab Sutasoma berisi kisah upaya Sutasoma sebagai titisan Sang Hyang Buddha untuk menegakkan dharma.
Sutasoma adalah putra Prabu Mahaketu dari Kerajaan Astina yang lebih menyukai memperdalam ajaran Buddha Mahayana daripada harus menggantikan ayahnya menjadi raja.
Maka pada suatu malam, Sutasoma pergi ke hutan untuk melakukan semedi di sebuah candi dan mendapat anugerah.
Sutasoma kemudian pergi ke pegunungan Himalaya bersama beberapa pendeta.
Sesampainya di sebuah pertapaan, sang pangeran mendengarkan riwayat cerita tentang raja, reinkarnasi seorang raksasa, bernama Prabu Purusada yang senang memakan daging manusia.
Para pendeta dan Batari Pretiwi membujuk Sutasoma agar membunuh Prabu Purusada. Namun, Sutasoma menolak karena ingin melanjutkan perjalanan.
Baca Juga: Sekda Pimpin Perumusan Naskah Kesepakatan dan Komitmen Terkait Pembangunan Investasi Daerah
Di perjalanan, sang pangeran bertemu dengan raksasa berkepala gajah pemakan manusia dan ular naga. Si raksasa dan ular naga yang tadinya ingin memangsa Sutasoma berhasil ditaklukkan.
Setelah mendengar khotbah dari Sutasoma tentang agama Buddha, keduanya bersedia menjadi muridnya.
Sang pangeran juga bertemu dengan harimau betina yang akan memakan anaknya sendiri.
Sutasoma sempat mati karena bersedia menjadi mangsa harimau itu. Lalu datanglah Batara Indra dan Sutasoma dihidupkan kembali.
Tersebutlah sepupu Sutasoma bernama Prabu Dasabahu, berperang dengan anak buah Prabu Kalmasapada (Purusada).
Anak buah Prabu Kalmasapada kalah dan meminta perlindungan Sutasoma.
Prabu Dasabahu yang terus mengejar akhirnya tahu bahwa Sutasoma adalah sepupunya, lalu di ajak ke negerinya dan dijadikan ipar.
Setelah kembali ke Astina, Sutasoma dinobatkan sebagai raja bergelar Prabu Sutasoma.
Cerita dilanjutkan dengan kisah Prabu Purusada dalam membayar kaul kepada Batara Kala supaya bisa sembuh dari penyakitnya.
Baca Juga: 11 Profesi Unik yang Dibutuhkan untuk Melayani Keluarga Kerajaan Inggris, Gajinya Capai Ratusan Juta?
Purusada telah mengumpulkan 100 raja, tetapi Batara Kala tidak mau memakan mereka.
Prabu Sutasoma bersedia menjadi santapan Batara Kala sebagai ganti atas 100 raja sitaan Purusada.
Mendengar permintaan raja Astina, Purusada menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji tidak akan memakan daging manusia lagi.
'Bhinneka Tunggal Ika' dalam Kitab Sutasoma
Kakawin Sutasoma dikutip oleh pendiri bangsa Indonesia dalam merumuskan semboyan negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Kutipan frasa Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam Kakawin Sutasoma pada pupuh 139 bait 5, berikut bunyinya.
Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa
Dalam bait tersebut dikatakan bahwa meskipun Buddha dan Siwa berbeda tetapi dapat dikenali. Sebab kebenaran Buddha dan Siwa adalah tunggal. Berbeda tetapi tunggal, sebab tidak ada kebenaran yang mendua.
Bila diterjemahkan tiap kata, bhinneka artinya beraneka ragam, tunggal berarti satu dan ika berarti itu. Sehingga pengertian Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi tetap satu.
Demikian penjelasan mengenai pengarang dan isi Kitab Sutasoma, lengkap dengan penjelasan soal 'Bhinneka Tunggal Ika' sebagaimana di atas. Semoga bermanfaat.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News
Baca Juga: Proses Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno, Materi Sejarah
13 Desember 2024 22:30 WIB
13 Desember 2024 18:57 WIB
13 Desember 2024 18:20 WIB
13 Desember 2024 18:15 WIB
Bobo.id - Saat melihat lambang negara Garuda Pacasila, teman-teman akan menemukan sebuah pita putih bertuliskan semboyan bangsa.
Semboyan bangsa Indonesia itu berbunyi Bhinneka Tunggal Ika yang berasal dari kutipan Kitab Sutasoma.
Nah, tahukah teman-teman kitab Sutasoma itu? Kali ini, pada materi PPKn kurikulkum merdeka kelas VII SMP, kita mengenal tentang kitab tersebut.
Kitab Sutasoma merupakan salah satu karya sastra karya Mpu Tantular yang dibuat pada abad ke-14.
Kitab atau dikenal juga dengan nama kakawin ini dibuat pada masa keemasan Kerajaan Majapahit, lo.
Saat kitab itu dibuat Kerajaan Majapahit tengan di bawah kekuasaan Prabu Hayam Wuruk, dengan wilayah kekuasaan yang sangat luas.
Menurut sejarah, kitab ini pernah digubah antara tahun 135 dan 1389.
Kitab Sutasoma ini berisi tentang Pangeran Sutasoma serta berbagai ajaran tentang toleransi beragama, yang saat itu terjadi antara agama Hindu dan Buddha.
Mpu Tantular membuat kitab ini dengan aksara Bali dalam bahasa Jawa Kuno dan ditulis di atas daun lontar.
Daun lontar yang digunakan berukuran 40,5 x 3,5 cm yang berisi 1.210 bait dalam 148 pupuh.
Lalu seperti apa sisi dari Kitab Sutasoma ini? Berikut akan dijelaskan singkat tentang isi dari Kitab Sutasoma.
Baca Juga: 25 Contoh Perilaku yang Mencerminkan Nilai-Nilai dalam Pancasila, Materi PPKn
Seperti disebut sebelumnya, Kitab Sutasoma berisi tentang sosok Pangeran Sutasoma.
Pangeran Sutasoma adalah putra dari Prabu Mahaketu yang berasal dari Kerajaan Astina.
Sosok Pangeran Sutasoma menyukai ajaran Buddha Mahayana dan enggan menggantikan ayahnya menjadi raja.
Karena itu, ia melakukan semedi di sebuah candi hingga mendapat anugerah.
Lalu pada kakawin itu diceritakan perjalanan Pangeran Sutasoma menuju Himalaya bersama para pendeta.
Pada perjalanan itu, Pangeran Sutasoma bertemu dengan banyak tokoh dari raksasa hingga hewan-hewan buas.
Dari berbagai pertemuan itu, Pangeran Sutasoma menunjukan sikap yang baik hingga rela berkorban.
Perjalanannya itu berakhir membawa Pangeran Sutasoma bersedia menjadi raja dengan gelar Prabu Sutasoma.
Selama menjadi raja, Prabu Sutasoma juga menunjukan banyak sikap baik, termasuk sikap rela berkorbannya.
Bahkan ia rela dimakan Batara Kala agar 100 raja lain selamat.
Nah, dari cerita itu ada kata-kata yang dikutip dan dijadikan semboyan bangsa Indonesia.
Baca Juga: Mengenal Arti Warna pada Lambang Garuda Pancasila, Materi Kelas 3 SD Tema 8
Berikut akan dijelaskan tentang kutipan kata-kata yang jadi semboyan bangsa tersebut.
Arti dan Makna Bhinneka Tunggal Ika, Semboyan Nasional Indonesia
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika ternyata berasal dari Kitab Sutasoma yang karya Mpu Tantular. Ia membuat kitab tersebut pada masa Kerajaan Majapahit.
Lantas, seperti apa sejarah dan makna Bhinneka Tunggal Ika dalam Kitab Sutasoma tersebut? Berikut ini ulasannya dirangkum berbagai sumber, Sabtu (7/10/2023).
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika
Semboyan bangsa Indonesia, merupakan kutipan dari Kitab Sutasoma.
Kutipan kata-kata itu diambil pada pupuh 139 bait lima yang berbunyi sebagai berikut.
Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen
Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa
Pada bait itu dijelaskan bahwa meski Buddha dan Siwa berbeda tetapi dapat tetap dikenali.
Sebab Buddha dan Siwa adalah tunggal, meski berbeda.
Sehingga bila diterjemahkan, kata bhinneka berarti ragam, tunggal berarti satu, dan ika berarti itu.
Jadi, menurut asal kata, semboyan Bhinneka Tunggal Ika memiliki arti berbeda-beda tetapi tetap satu.
Baca Juga: 4 Fungsi Pancasila sebagai Sumber dari Segala Sumber Hukum, Apa Saja?
Nah, kata-kata itu dianggap sesuai dengan kondisi Indonesia yang terdiri dari beragam suku, budaya, dan ras.
Kecocokan itu membuat kata-kata Bhinneka Tunggal Ika dicantumkan dalam lambang negara Garuda Pancasila.
Hingga kini semboyan tersebut masih sesuai dan perlu terus dipelajari serta diamalkan oleh semua masyarakat Indonesia.
Kapan Kitab Sutasoma dibuat?
Petunjuk: cek di halaman 1!
Lihat juga video ini, yuk!
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan
Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.
Belajar Empati dengan Berbagi, SPK Jakarta Nanyang School Kunjungi Panti Asuhan Desa Putera
Warisan Budaya Indonesia Foundation Hadirkan Gathering Bhinneka Tunggal Ika, Ini Tujuannya
Istilah Bhinneka Tunggal Ika ini bersumber dari bahasa Sansekerta. Bhinneka berasal dari gabungan kata suku kata Bhinna yang artinya berbeda-beda dan Ika yang artinya itu atau tunggal.
Menurut Sri Wintala Achmad pada bukunya yang berjudul Pesona dan Sisi Kelam Majapahit, kitab Sutasoma berisikan mengenai hal-hal religius yang berhubungan dengan Buddha Mahayana dan agama Siwa. Tak hanya itu, Kitab Sutasoma juga berisikan pentingnya sikap toleransi dalam perbedaan agama.
Frasa Bhinneka Tunggal Ika terdapat pada Kitab Sutasoma pada pupuh 139 bait 5. Berikut inilah isinya: Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa, Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Sejak saat itulah Bhinneka Tunggal Ika digunakan pertama kali di Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat yang digelar tepatnya pada 11 Februari 1950.
Usulan Bhinneka Tunggal Ika yang diajukan oleh Sultan Hamid II sebagai semboyan negara Indonesia. Kemudian, semboyan itu akhirnya diperkenalkan pada 17 Agustus 1950.
Adapun makna Bhinneka Tunggal Ika yakni sebagai berikut:
Warisan Budaya Indonesia Kenalkan Kuliner Jawa di Gathering Bhinneka Tunggal Ika
Apa yang dimaksud Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa?
Bhinneka Tunggal Ika dalam kitab Sutasoma diambil dari kalimat lengkap Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa.
Dalam aksara latin, bait lengkap Bhinneka Tunggal Ika berbunyi: “Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa, Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.”
Terjemahannya: “konon antara ajaran Buddha dan Hindu berbeda, namun kapan Tuhan dapat dibagi-bagi, sebab kebenaran Jina dan Siwa adalah tunggal, berbeda itu tapi satu jualah itu, tak ada dharma (jalan kebaktian/kebaikan) yang mendua tujuan.”
Kitab Sutasoma menunjukkan bahwa dalam sejarah Majapahit abad ke-14 semangat toleransi kehidupan beragama sangat tinggi.
Digambarkan bahwa dua agama besar Hindu dan Budha hidup secara bersama dengan rukun dan damai. Kedua agama besar itu beriringan di bawah payung kerajaan, pada jaman pemerintahan raja Hayam Wuruk.
Oleh karena itu meskipun Budha dan Siwa merupakan dua substansi yang berbeda, namun perbedaan itu tidak menimbulkan perpecahan, karena kebenaran Budha dan kebenaran Siwa bermuara pada hal Satu. Mereka memang berbeda, tetapi sesungguhnya satu jenis, tidak ada perbedaan dalam kebenaran.
tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Balqis FallahndaPenulis: Balqis FallahndaEditor: Iswara N Raditya & Balqis Fallahnda
JAKARTA, iNews.id - Sejarah dan makna Bhinneka Tunggal Ika dalam Kitab Sutasoma perlu diketahui oleh semua orang, tak terkecuali warga negara Indonesia.
Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan bangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Semboyan tersebut dapat kita temukan di Garuda Pancasila.
Keberagaman yang Bersatu
Indonesia terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya dari Sabang-Merauke. Banyak perbedaan itulah yang membuat Indonesia dikatakan sebagai negara yang unik. Meski berbeda-beda, semangat persatuan dan kesatuan untuk negara tetap harus berkobar.
Toleransi dan Saling Menghormati
Bhinneka Tunggal Ika memberikan pemahaman mengenai arti pentingnya saling menghormati antar sesama. Serta hidup berdampingan di tengah-tengah perbedaan masyarakat.
Tak hanya itu, rakyat Indonesia juga diharapkan mampu untuk menghormati dalam berbagai aspek kehidupan, seperti berbudaya, beragama, dan berkeyakinan.
Persatuan dalam Perbedaan
Walau banyak perbedaan, hal itu tidak boleh dijadikan alasan bagi rakyat Indonesia untuk bersatu. Setiap rakyat Indonesia harus menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan.
Nah, itulah sedikit penjelasan mengenai sejarah dan makna Bhinneka Tunggal Ika dalam Kitab Sutasoma. Semoga informasi ini dapat menambah wawasan kamu mengenai Pancasila ya!
Editor: Johnny Johan Sompotan
BHINNEKA Tunggal Ika adalah semboyan bangsa yang tertulis pada simbol negara, Garuda Pancasila. Frasa Bhinneka Tunggal Ika memiliki makna berbeda-beda tapi tetap satu. Bhinneka Tunggal Ika berasal dari Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular.
Kitab Sutasoma atau Kakawin Sutasoma merupakan karya sastra yang merupakan peninggalan oleh Mpu Tantular. Kitab ini ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan tercipta di akhir abad ke-14.
Menurut buku Pesona dan Sisi Kelam Majapahit oleh Sri Wintala Achmad, kitab Sutasoma digubah di bawah naungan Sri Ranamanggala. Gubahan tersebut memuat ide-ide religius, mengenai agama Buddha Mahayana dan hubungannya dengan agama Siwa.
Kitab Sutasoma memiliki rangkuman isi yang menceritakan upaya Sutasoma sebagai titisan Sang Hyang Buddha untuk menegakkan dharma. Dengan melakukan semedi di suatu candi, Sutasoma mendapatkan anugerah dan pergi ke pegunungan Himalaya. Sekembalinya dari sana, Sutasoma dinobatkan sebagai raja bergelar Prabu Sutasoma.